Kontra Muerta
Morgue Vanguard
4:51Beberapa hal perlu kucatat sebelum memori membusuk bersama kota ini Kuingin mencintaimu dengan tidak sederhana Karena tak ada yang membaca Sapardi di Kantin Sastra Tak banyak rencana disemat di luar margin baca Terlebih menghitung janji terikat pada ranting kaca Kuingin mencintaimu dengan tidak sederhana Bagai membebaskan derai pohon tua di Jalan Cemara Dari pikat kalimat berpantun dan kuasa metafora Bagai rindu Mbak Sipon pada kekasih yang dibawa tentara Di dunia yang bergegas kuingin senantiasa Hidup lebih lambat dari bebek 70—ku di rentang masa Secarik larik dibuat seolah kau bacakan tabula Perihal "Hari yang Sempurna" Duran Duran di Tahura Pada hari awal kita yang tak sempat dipenjara aksara Tak ada isyarat yang sempat disampaikan pita kaset kepada Walkman usang yang menjadikannya aus, kusut bersuara Mengirim dunia tersembunyi lewat Axl Rose bersungkawa Waktu mengalir dan lupa bermuara Sehingga di hilir menjadi rumah bagi umbara Menjadi rumah bagi goresan kita di sekujur Ganesha Dan malam yang kita habiskan memunguti langit Bandung Utara Terik Jatinangor yang membuat semua tak lagi sama Dan keringat beraroma pada besi di atas Damri tua Menarik garis pada awal semua bermula serupa Batas tipis melawan lupa dan melayat luka Kuingin mencintaimu dengan tidak sederhana Bagai membebaskan derai pohon tua di Jalan Cemara Dari pikat kalimat berpantun dan kuasa metafora Bagai rindu Mbak Sipon pada kekasih yang diculik tentara Kuingin tak berjarak dengan kensunyian semarak Dan mengurai kegelapan dari Derai Derai Cemara Bahwa hidup tak melulu soal kekalahan yang tertunda Namun pula perihal menjalani yang tak terduga Kuingin mengingat semua yang pernah hadir Pada hidup yang tak perlu banyak upaya tafsir Membebaskan jelajah dari tirani qanun serupa sya'ir Penjara pantai Banda Neira yang membebaskan Syahrir Kuingin merekam banyak hal sebelum ingatan punah Mengingat kau memaklumi semua yang sulit dianggap lumrah Purwarupa bapak muda yang tiap hari berusaha keluar rumah Meski tak pasti ada kerja dan pulang membawa upah Memberi makna pada lusinan purnama Pada satu gang sempit di mana kontrakan kita pertama Pada setermos air panas tetangga yang kita minta Saat tak ada lagi kas untuk menjaga kompor tetap menyala Saat ideologi yang tak lebih sakti di depan kassa Namun beberapa hal terbayar tunai di kala Tarian pertama Alyssa, medali pertama Nayla Gambar pertama Ababil sebelum bertemu layar—layar kaca Kuingin turun bersama hujan di baris puisimu Menjadi peziarah objek di angkasa saat merindu Yang selalu takut kehabisan waktu Menemanimu menyanyi "Desember" di konser hingga Desember terakhirku Ruang ingatan yang tak dapat tersukat umur Melampaui perjalanan yang kuatrin tak bisa ukur Meski pada waktunya semua akan uzur Kuingin setiap hariku sore '95 di bangku Perpus Dipatiukur Kuingin mencintaimu dengan tidak sederhana Bagai membebaskan derai pohon tua di Jalan Cemara Dari pikat kalimat berpantun dan kuasa metafora Bagai rindu Mbak Sipon pada kekasih yang diculik tentara Kuingin tak berjarak dengan kensunyian semarak Dan mengurai kegelapan dari Derai Derai Cemara Bahwa hidup tak melulu soal kekalahan yang tertunda Namun pula perihal bersamamu menjalani yang tak terduga Kuingin menghidupi semua puisimu di buku harian Yang pernah berbagi peran mengajariku perihal angan Dengan memberi utopia jalan, kasut dan jas hujan Sehingga ia punya kesempatan Untuk tak hanya berakhir menjadi sekedar gagasan